Rabu, 06 Oktober 2010

                                          '' RAWATIB, MENANTI PAGI ''



air dari sendang, jauh mengalir ke lubuk
sembahyang. ikan-ikan nyanyi
khusuknya menerbitkan bulan di padang hatiku
dan secermat angin menabuh waktu
begitulah burung-burung menghormati cahaya
setiap tubuh yang jatuh, di halaman usia
senantiasa kucatat dengan iklas
sebagai persembahan buat penyair tua
yang lelah barsajak menanti izrail berkenan singgah.
amboi, harus kukemanakan rasa haus masa kanak
tempat bermain di pinggir telaga, mata ibu cerah
memantulkan rahasia bocah yang terlampau
sedih di tinggal seorang nabi. maka saat lagi
tumbuh betapa jernih,itulah gadis kecilku
tergesa bangun menuju sungai
dan diam-diam membasuh puisi-
air yang berlinang-ah, sebening cermin?
muara demi muara
yang berkilau bukan matahari,sedang mataku
tak semolek saat di mandikan semasa bayi dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar